Jumat, 24 April 2015

Keindahan Dibalik Perbedaan


       Kiai Hasyim Asy'ari menulis sebuah artikel dalam majalah Suara Nahdlatul Ulama pada tahun 1926, beberapa bulan setelah NU didirikan. Dalam artikel ini beliau mengajukan argumentasi, karena kentongan tidak disebutkan dalam hadits nabi, maka tentunya diharamkan dan tidak dapat digunakan untuk menandakan waktu shalat.
       Sebulan setelah dipublikasikannya artikel Kiai Hasyim itu, seorang kiai senior lainnya, Kiai Faqih Maskumambang, menulis sebuah artikel untuk menentangnya. Beliau beralasan bahwa Kiai Hasyim salah, karena prinsip yang digunakan dalam masalah ini adalah masalah qiyas, atau kesimpulan yang didasarkan atas prinsip yang sudah ada. Atas dasar ini, maka kentongan Asia Tenggara memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bedug untuk menyatakan waktu shalat.
       Sebagai tanggapannya, Kiai Hasyim mengundang ulama jombang untuk bertemu dengan beliau di rumahnya dan kemudian meminta agar kedua artikel itu dibaca keras. Ketika hal itu dilakukan, beliau mengumumkan kepada mereka yang hadir, "Anda bebas mengikut pendapat yang mana saja, karena kedua-keduanya benar, tapi saya mendesakkan bahwa di pesantren saya kentongan tidak dipergunakan."
       Beberapa bulan kemudian, Kiai Hasyim diundang untuk menghadiri perayaan Maulid Nabi di Gresik. Tiga hari sebelum tiba, Kiai Faqih, yanh merupakan kiai senior di Gresik, membagikan surat kepada semua masjid dan mushalla untuk MEMINTA MEREKA MENURUNKAN KENTONGAN UNTUK MENGHORMATI KIAI HASYIM DAN TIDAK MENGGUNAKANNYA SELAMA KUNJUNGAN KIAI HASYIM DI GRESIK."

*******

      Kondisi yang sama namun pola pikir yang berbeda menimbulkan sikap yanh berbeda pula. Sungguh ajaib pola pikir itu, apa yang kau pikirkan haknya ada padamu.
       Ulama dul telah memberikantauladan bagaimana POLA PIKIR SAAT MENYIKAPI PERBEDAAN. Perbedaan bukan media pertengkaran dan permusuhan, tetapi sebagai pererat ukhuwah dan memupuk sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar