Di
Pesantren Lirboyo pernah ada salah seorang santri yang suka keluar malam,
tetapi tidak pernah ketahuan pengurus. Anehnya, justru KH. Abdul Karim
mengetahuinya. Lantai beliat menulis pada secarik kertas dengan tangannya
sendiri, “Kula mboten remen santri ingkang remen miyos.” (Saya tidak menyukai
santri yang suka keluar) Tulisan tersebut kemudian beliau tempelkan di bawah
bedug.
Secara
kebetulan, santri yang biasa keluar pondok tanpa izin itu ternyata pada malam
harinya memilih tidur di bawah bedug. Betapa kagetnya santri itu, ketika
membaca sebuah tulisan di depan matanya. Dia sangat mengenali tulisan itu, yang
menulisnya adalah Mbah Kiai Abdul Karim. Yang selama ini dianggapnya tidak
mengetahui kelakuannya selama ini.
Setelah
peristiwa menakjubkan pada malam itu, santri itu insaf. Dia tidak lagi keluar
pondok pada malam hari.
Kita
mungkin tidak sanggup meniru persis. Tetapi kita bias meneladani kebijaksanaan
dan kearifan beliau. Murid atau anak yang nakal, mendidiknya tidak dilakukan
dengan kekerasan dan pemaksaan. Pemaksaan dalam kadar tertentu memang akan
menghasilkan tindakan seperti yang diinginkan si pemaksa. Tetapi pada saat yang
bersamaan ia memantik bara api yang akan menjadi sumber bencana di waktu yang
akan datang. Orang-orang yang terpaksa
mengikuti dan melayani paksaan akan segera kehilangan rasa hormat mereka kepada
si pemaksa. Seorang guru akan kehilangan kehormatan dari muridnya. Seorang
bapak akan kehilangan bakti anaknya. Seorang suami akan kehilangan cinta
istrinya.
# Dikutip dari buku Tiga Tokoh Lirboyo
0 komentar:
Posting Komentar