Petuah Bijak : Mempeng Ngaji

"Sing penting ngaji. Senajan anake wonk ngarit nek gelem ngaji yo pinter. Anake wonk ngalim ra gelem ngaji yo ra pinter. Sing penting ngaji sing tenanan."

Kisah Motivasi : Toko Istri

Sebuah toko yang menjual istri baru, dibuka dimana pria dapat memilih wanita untuk dijadikan sebagai seorang istri. Di antara instruksi-instruksi yang ada di pintu masuk, terdapat instruksi yang menunjukkan bagaimana aturan main untuk masuk toko tersebut : "kamu hanya dapat mengunjungi toko ini SATU KALI".

Ulama Nusantara : Rahasia Keberanian Kiai Mahrus Ali

Pada tahun 1977 di masa Orde Baru, orang islam membentuk sebuah partai untuk mengikuti pemilihan umum pada masa itu. Kemudian diadakanlah kampanye di kota kediri. Pembicara yang diundang salah satunya adalah (alm) KH. Imron Hamzah.

Ulama Salaf : Melihat dengan Pandangan Kasih

Sekelompok pemuda berjalan sempoyongan membawa alat musik dan minuman keras di depan Syaikh Ma'ruf Al Karkhi dan murid-muridnya. Salah seorang muridnya berkata, "Wahai tuankum berdo'alah kepada Allah agar mereka celaka."

Renungan Penggugah : Berita Gembira Untuk Para Remaja

Umumnya para pemuda itu tidak kuat menahan godaan nafsunya, sehingga berkali-kali melakukan maksiat. Kadang muncul penyesalan yang membuat dia bertaubat dan kembali kepada Allah. Namun di waktu yang lain, ia melakukan maksiat itu lagi, kemudian menyesal dan bertaubat. Itu terjaid berulang kali.

Selasa, 28 April 2015

Ukuran Sukses

Nabi Sulaiman itu sukses dalam 90 tahun dan Nabi Nuh sukses dalam waktu 900 tahun. Tetapi di dalam Alquran yang disebutkan ulul ‘azmi adalah Nabi Nuh. Ini menunjukkan perjuangan dilihat dari kesulitan, bukan dari jumlah murid.


# Dawuh KH. Mahrus Ali dalam sebuah kesempatan.

Permohonan Untuk Para Ayah dan Ibu

            Di zaman semakin banyaknya anak yang tidak patuh seperi saat ini, orang tua hendaknya membantu putra-putrinya agar bisa berbakti kepada orang tua. Jangan justru melakukan hal-hal yang bisa berpotensi membuat anak berani kepada orang tuanya.

            Caranya dengan tidak memerintahkan hal-hal yang sulit untuk dikerjakan dan jangan menuntut sesuatu yang terlampau tinggi kepada anak. Semua itu bisa terlaksana jika setiap orang tua memahami karakter, kemauan, dan bakat anaknya.

            Jika orang tua mau melakukan, berarti dia telah menyelamatkan putra-putrinya dari dosa berani kepada orang tua dan derita siksa di dunia dan akhirat.

            Apalagi Rasulullah bersabda,

“Allah memberikan rahmatnya kepada orang tua yang membantu anaknya untuk bisa berbuat baik padanya.”


            Perlu diingat juga, sebagai orang tua jangan mudah-mudah mendo’akan buruk pada anaknya yang tidak berbakti. Itu akan membuat si anak sengsara di dunia dan di akhirat.

            Doa orang tua, lebih-lebih seorang ibu, sangat mudah dikabulkan oleh Allah.


            Demi keselamatan anak, sebagai orang tua hendaknnya bijaksana dalam ngambil sikap dan tindakan.

Jendela

            Sepasang pengantin baru menempati sebuah rumah di sebuah komplek perumahan. Suatu hari, sewaktu sarapan, si istri melihat ke luar melalui jendela kaca. Ia melihat tetangganya sedang menjemurkan kain.

            “Cuciannya kelihatan kurang bersih ya”, kata sang istri. “Sepertinya dia tidak tahu cara mencuci pakaian dengan benar. Mungkin dia perlu sabun cuci yang lebih bagus.”

            Suaminya menoleh, tetapi hanya diam dan tidak memberi komentar apapun. Sejak hari itu setiap tetangganya menjemur pakaian, selalu saja sang istri memberikan komentar yang sama tentang kurang bersihnya si tetangga mencuci pakaiannya.

            Seminggu berlalu, sang istri heran melihat pakaian-pakaian yang dijemur tetangganya terlihat cemerlang dan bersih, dan dia berseru kepada suaminya, “Lihat, sepertinya dia telah belajar bagaimana mencuci dengan benar. Siapa ya kira-kira yang sudah mengajarinya?”

            Sang suami berkata, “Saya bangun pagi-pagi sekali hari ini dan membersihkan jendela kaca kita.”



            Begitulah kehidupan ini. Apa yang kita lihat pada saat menilai orang lain kadangkala tergantung kepada kejernihan pikiran kita sendiri, lewat “Jendela” mana kita memandangnya. So, always be positive.

Jangan Tertipu Tampilan Luar

            Haji Saiful Mudjab (alm), Yogya, muballigh andalan warga NU pada masanya. Sesuai pengajian, suatu kali, shohibul hajat tidak hanya menyelipkan amplop le tangannya, tapi masih ditambah dua kardus berkat : yang satu besar, satunya lagi kecil.

            Sesampainya di rumah, Pak Saiful Mudjab memberikan kardus berkat yang kecil kepada sopirnya.

            Nih!  Jatahmu!” katanya. Toh si sopir baru punya anak satu. Tak banyak mulut yang menunggunya di rumah.

            Terima kasih, Yai!” jawab sopir, lalu buru-buru pulang setelah memasukkan mobil ke garasi, karena sudah larut malam.

            Pak Saiful Mujab sendiri, seperti biasa kalau pulang bawa berkat, segera membangunkan anak istrinya sendiri.

            Berkat! Berkat!” ia sengaja mengeraskan suara.

            Sembari masih mengucek-ucek mata, anak istrinya pun merubung kardus besar yang diletakkan di atas meja makan. Dari ukurannya saja kelihatannya menggiurkan. Nyai Saiful membagikan piring-piring, lalu membuka tali raffia yang mengikat berkat itu.

            “Haaah?!!!” mereka terhenyak hamper serempak.

            Kardus itu hanya berisi nasi putih tanpa lauk sama sekali!

            Dalam perjalanan mengantarkan Pak Saiful Mujab pada pengajian selanjutnya, Sopir membuka bicara, “Shobihul hajat yang kemarin itu royal sekali ya, Pak Kiai! Katanya, “jatah saya saja satu ingkung bakar seekor utuh! … kalau lihat ukuran kardusnya, jatah Pak Kiai pasti paling tidak tiga!”

            Pak Saiful Mujab diam seribu bahasa….


            “Jangan menilai buku dari sampulnya”, kalau diartikan secara mendalam, “JANGAN MENILAI SESEORANG DARI TAMPILAN LUARNYA.”

            Jika kita menilai seseorang dari tampilan luar tanpa mempertimbangkan budi pekertinya kita akan selalu salah langkah dalam kehidupan ini.

Agama adalah kemasan, takwa kepada Tuhanlah isinya.

Harta yang banyak adalah kemasan, menikmatinya dengan baik itu isinya.

Menjadi juara adalah kemasan, kejujuran dan sportifitas itu isinya.

Rumah mewah hanya kemasan, keluarga bahagia itu isinya.

Perta pernikahan hanya kemasan, cinta kasih, kesetiaan, dan tanggung jawab itu isinya.

Wajah yang cantik jelita hanya kemasan, kepribadian itu isinya.

Bicara itu hanya kemasan, kerja nyata itu isinya.

Buku hanya kemasan, pengetahuan itu isinya.


Jabatan hanya kemasan, pengabdian dan pelayanan itu isinya.

Baca Ini Dulu Sebelum Melukai Wanita

            Di dalam hadits dijelaskan, akibat dari ZINA diantaranya adalah pelakunya kelak dimasukkan neraka, mendapatkan siksa yang pedih, terjatuh dalam kemiskinan dan ANAK KETURUNANNYA AKAN MENDAPATKAN PERLAKUAN YANG SAMA.

            Saat hadits ini disampaikan kepada raja, dia penasaran dengan akibat yang disebut terakhir dan ingin membuktikan pada putriya. Putri raja adalah seorang yang sangat cantik jelita. Raja memerintahkan putrinya, ditemani seorang wanita miskin, agar melakukan perjalanan keliling kota tanpa pengawal. Keduanya tidak diperbolehkan memakai penutup wajah, dan tidak boleh menghalangi siapapun yang ingin melakukan perbuatan kepada keduanya. Apapun yang akan dilakukan.

            Putri raja ditemani wanita tersebut kemudian menjalankan perintah raja. Selama perjalanan, setiap lelaki yang memandang sang putrid langsung menunduk kepala karena malu. Tidak ada yang berani memandang lama.

            Saat perjalanan ke tiap sudut kota sudah dilakukan, keduanya akhirnya pulang kembali ke istana. Pada wkatu keduanya sudah mendekati pintu istana, tiba-tiba ada seorang lelaki dengan paksa memegang putri raja dan menciumnya. Laki-laki itu kemudian lari entah kemana.

            Putri raja dan wanita miskin yang menyertainya lantas masuk  istana. Raja meminta kepada wanita yang mendampingi putrinya untuk menceritakan dengan detail semua yang dialami bersama putri raja. Setelah wanita itu menyelesaikan ceritanya. Kemudian ia berkata, “Alhamdulillah, selama hidupku aku tidak melakukan maksiat kecuali mencium seorang wanita.”




            Tentu banyak hal yang terlintas dalam fikiran kita setelah membaca kisah dalam Al Majalis As Saniyyah karya Syaikh Ahmad bin As Syaikh Hijazi ini. KITA AMBIL PELAJARAN SAJA dari kisah ini, agar kita menjaga sikap dan perbuatan kita. Demi diri sendiri dan keluarga.

            Kalau kita tidak ingin anaknya diganggu orang, jangan mengganggu anak orang lain. Kalau tidak ingin adiknya dilukai orang, jangan melukai adik orang lain.


            “Pikirkan dulu akibat buruk perbuatan yang akan engkau lakukan. Dengan cara itulah engkau akan lebih mudah meninggalkannya.”

Senin, 27 April 2015

Pernikahan Diawali Pacaran = Tidak Bahagia


       "Orang tua menitipkan anaknya ke lirboyo itu agar menjadi orang yang berakhlakul karimah. Tempat terbaik melatih diri untuk menjadi orang yang berakhlakul karimah adalah di Pondok Pesantren. Karena di pesantren ada peraturan yang ketat. Untuk bisa berakhlakul karimah harus dilakukan secara bertahap.
       Ibadah pada Allah kalau ditekuni dan dijalankan terus menerus akan semakin nikmat, semakin ketagihan. Termasuk ibadah adalah menuntut ilmu. Santri itu kalau sudah kerasan di pondok, nggak pulang-pulang.
       Suatu kelebihan santri adalah tidak pernah pacaran, santri kok pacaran, berarti santri gadungan.
       Pernikahan yang berangkat dari pacaran tidak bahagia, karena saat pacaran, yang diperlihatkan cuma kebaikannya saja. Menurut islam, pacaran dilarang.

# Penggalan Mauidhah Hasanah KH. Idris Marzuki saar pembekalan liburan, malam ujian terakhir di serambi masjid Lirboyo

Nasehat KH. Ma’shum Jauhari

            Betapa banyaknya orang yang alim, tapi ilmunya manfaat tidak, barokahpun tidak. Semua itu disamping takdirm dipengaruhi juga oleh sepak terjang, tingkah laku juga perangai waktu di pondok. Mungkin mereka sombong, pongah, congkak, takabur, dan mungkin pula mereka tinggi hati. Namun juga sebaliknya, banyak orang yang ilmunya sedang-sedang saja, tapi betapa hebat manfaat dan barokahnya. Karena ditunjang oleh sifat tawadlu’ (rendah hati) dan banyak khidmah tholabul ‘ilmi.


# KH. Ma’shum Jauhari 1944-2003 M

Kearifan Kiai Mengatasi Santri Nakal

            Di Pesantren Lirboyo pernah ada salah seorang santri yang suka keluar malam, tetapi tidak pernah ketahuan pengurus. Anehnya, justru KH. Abdul Karim mengetahuinya. Lantai beliat menulis pada secarik kertas dengan tangannya sendiri, “Kula mboten remen santri ingkang remen miyos.” (Saya tidak menyukai santri yang suka keluar) Tulisan tersebut kemudian beliau tempelkan di bawah bedug.

            Secara kebetulan, santri yang biasa keluar pondok tanpa izin itu ternyata pada malam harinya memilih tidur di bawah bedug. Betapa kagetnya santri itu, ketika membaca sebuah tulisan di depan matanya. Dia sangat mengenali tulisan itu, yang menulisnya adalah Mbah Kiai Abdul Karim. Yang selama ini dianggapnya tidak mengetahui kelakuannya selama ini.

            Setelah peristiwa menakjubkan pada malam itu, santri itu insaf. Dia tidak lagi keluar pondok pada malam hari.

            Kita mungkin tidak sanggup meniru persis. Tetapi kita bias meneladani kebijaksanaan dan kearifan beliau. Murid atau anak yang nakal, mendidiknya tidak dilakukan dengan kekerasan dan pemaksaan. Pemaksaan dalam kadar tertentu memang akan menghasilkan tindakan seperti yang diinginkan si pemaksa. Tetapi pada saat yang bersamaan ia memantik bara api yang akan menjadi sumber bencana di waktu yang akan datang. Orang-orang yang terpaksa mengikuti dan melayani paksaan akan segera kehilangan rasa hormat mereka kepada si pemaksa. Seorang guru akan kehilangan kehormatan dari muridnya. Seorang bapak akan kehilangan bakti anaknya. Seorang suami akan kehilangan cinta istrinya.



# Dikutip dari buku Tiga Tokoh Lirboyo

Empat Istri Kita

            Seorang pedagang kaya raya memilki 4 istri. Istri ke-4 adalah yang paling dicintainya. Ia memberinya berbagai perhiasaan yang mahal dan memperlakukannya dengan lemah lembut. Ia merawatnya dan tidak memberinya sesuatu kecuali yang terbaik.

            Ia juga sangat mencintai istrinya yang ke-3, merasa bangga padanya, dan selalu memamerkan kepada teman-temannya. Meskipun demikian, si pedagang selalu merasa khawatir kalau sewaktu-waktu ia lari dengan pria lain.

            Ia juga mencintai yang ke-2, karena ia penuh perhatian, berwatak sabar, dan merupakan orang kepercayaannya. Kapanpun ia menghadapi persoalan, istrinya ini selalu menolongnya, dan begitupun ketika ia menghadapi masa-masa sulit.

            Adapun istri pertamanya, ia sangat setia, dan telah berjasa dalam mengurus kekayaan, bisnis dan rumah tangganya. Meskipun demikian, si pedagang tidak mencintai istri pertamanya ini, dan meskipun si istri sangat mencintainya, ia hampir tidak pernah memperhatikannya.

            Suatu hari si pedagang jatuh sakit dan menyadari bahwa ajalnya sudah dekat. Ia mengenang kehidupannya yang selama ini lalu berkata kepada dirinya sendiri, “Aku punya 4 istri, tapi sewaktu mati nanti, aku sendiri. Alangkah kesepiannya aku nanti.”

            Ia kemudian bertanya kepada istri yang ke empat, “Kau paling ku cintai. Aku telah memberimu berbagai pakaian yang baik, dan mencurahkan banyak perhatian kepadamu. Sekarang ajalku telah dekat, maukah kau mengikuti dan menemaniku di kubur?”

            “Sama sekali tidak!” jawab istri ke-4 sambil berjalan meninggalkannya.

            Jawaban itu sangat menyakitkan, seakan pisau tajam menghujam tepat di jantungnya.

            Pedagang itu sedih lalu bertanya kepada istri ke-3 “Selama hidupku aku sangat mencintaimu. Sekarang ajalku telah dekat, maukah kau mengikuti dan menemaniku di kubur?”

            “Tidak!” jawabnya. “Kehidupan di sini sangat indah. Aku akan kawin lagi bila kau telah tiada.”

            Sang pedagang merasa sangat sedih.

            Ia kemudian bertanya kepada istri kedua, “Aku selalu memohon pertolonganmu dan kau selalu membantuku. Sekarang aku butuh pertolonganmu lagi. Bila aku mati nanti, maukah kau mengikti dan menemaniku di kubur?”

            “Maafkan aku, aku tidak dapat menolongmu kali ini.” Jawabnya. “Paling-paling aku hanya bisa mengantarmu sampai ke kubur.”

            Jawaban itu datang bagai halilintar. Si pedagang seakan binasa.

            Tiba-tiba terdengar suara, “Aku akan berangkat bersamamu, aku akan mengikuti kemanapun kau pergi.”

            Si pedagang mendongakkan kepalanya dan melihat istri pertamanya. Tubuhnya kurus kering, seakan kekurangan gizi. Dengan penuh penyesalan ia berkata “Seharusnya aku dahulu lebih memperhatikanmu.”

            KETAHUILAH, sebenarnya kita semua memiliki 4 istri  dalam kehidupan ini.

            Istri yang ke 4 adalah tubuh kita. Berapapun banyak waktu dan usaha untuk membuatnya cantik, ia tetap meninggalkan kita bila kita telah mati.

            Istri yang ke 3 adalah kekayaan dan status kita. Bila kita meninggal, semuanya akan menjadi milik orang lain.

            Istri kedua adalah keluarga dan teman. Seberapapun dekatnya mereka dengan kita, mereka paling jauh hanya bisa menghantarkan kita ke kubur.

            Istri pertama adalah jiwa kita dan amal kita. Sering kali kita tidak memperdulikannya sewaktu kita mencari kekayaan dan memperturutkan hawa nafsu, padahal dialah nanti yang akan mengikuti kemanapun kita pergi.

            Mungkin adalah gagasan yang baik untuk memelihara dan menguatkan jiwa kita sejak saat ini juga daripada kita kelak menyesal di atas pembaringan kematian.

            

Berkat Debu, Terbebas dari Siksa Kubur

            Suatu ketika Syaikh Abdul Qadir al-jailani berjalan bersama para pengikutnya. Ketika melewati pemakaman, Syaikh mendengar jeritan orang yang sedang disiksa di dalam kubur. Beliau bertanya, “Siapa yang ada di kubur ini?”

            “Dia adalah fulan bin fulan.” Jawab orang yang ada di sampingnya.
            “Apakah dia pernah duduk denganku?” Tanya Syaikh.

            Dijawab, “Tidak.”

            “Apakah dia pernah mendengar suaraku?” Tanya beliau lagi.

            “Dijawab, “Tidak.”

            “Apakah dia mencintaiku walaupun belum pernah melihatku?” Tanya beliau.

            Lagi-lagi jawab, “Tidak.”

            “Maka apa yang bisa aku katakana kepada Allah untuk memberi syafaat kepada orang ini?”

            Diantara mereka ada yang berkata, “Tetapi orang ini pernah melihat debu yang beterbangan disapu angin sat engkau pernah lewat.”

            Lantas Syaikh menengadahkan tangannya keatas seraya berdo’a,”Ya Allah, dengan lantaran debu yang pernah dilihat orang ini saat aku berjalan, angkatlah adzabnya.” Sejenak kemudian adzab kuburnya diangkat oleh Allah.

            Bisa memberikan syafaat meringankan siksa adalah salah satu kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepada para ulama.

            Mari memperbanyak amal shalih dan menjauhi larangan Allah. Kita tentu menyadari amal kita masih jauh dari ikhlas dan sempurna, maksiat pun sering kita lakukan. Kita membutuhkan syafaat dari Rasulullah dan para ulama agar bisa masuk surge dan terbebas dari siksa.

            Raihlah syafaat para ulama dengan mengunjunginya, mendengar nasehatnya, dan mencintainya. Atau paling tidak, seperti orang dalam kisah di atas.


# Dikutip dari mauidzah Habib Jamal Baagil. Sumber asli ada di manaqib Syaikh Abdul Qadir jailani

Jumat, 24 April 2015

Kejahatan Terjadi Karena Niat dan Kesempatan

       Semua kemaksiatan dan perilaku buruk terjadi karena adanya "NK" NIAT dan KESEMPATAN.
       Tapi yang paling dominan debenarnya faktor N-nya.
       Kenapa?
       Karena jika NIAT kuat, KESEMPATAN bisa dicari.
       Tapi kalau NIAT lemah, KESEMPATAN terbuka pun tidak akan dimanfaatkan.

Perangkap Tikus

       Sepasang suami dan istri petani pulang ke rumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikus memperhatikan dengan seksama sambil menggumam, "Hmmm.... Makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar??"
       Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah perangkap tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. ia segera berlari menuju kandang dan berteriak, "Ada perangkap tikus di rumah... di rumah sekarang ada perangkap tikus....."
       Ia mendatangi ayam dan berteriak, "Ada perangkap tikus." Sang ayam berkata, "Tuan tikus..., aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku."
       Sang tikus lalu pergi menemui seekor kambing sambil berteriak. Sang kambing pun berkata, "Aku turut bersimpati...., tapi tidak ada yang bisa aku lakukan."
       Tikus lalu menemui ssapi. Ia mendapatkan jawaban sama. "Maafkan aku. Tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali."
       Ia lalu lari ke hutan dan bertemu ular. Sang ular berkata, "Aah.. perangkap tiukus yang kecil tidak akan mencelakai aku."
       Akhirnya Sang Tikus kembali ke rumah dengan pasrah, mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri. Suatu malam, pemilih rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi, menandakan telah memakan korban. Ketiak melihat perangkap tikusnya, ternayat seekor ular berbisa.
       Buntut ular yang terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah. Walaupun sang suami sempat membunuh ular berbisa tersebut, sang istri tidak sempat diselamatkan. Sang suami harus membawa istrinya ke rumah sakit dan kemudian istrinya sudah boelh pulang namun beberapa hari kemudian istrinya tetap demam.
       Ia lalu minta dibuatkan sop cakar ayam oleh suaminya. (kita semua tau, sop cakar ayam sangat bermanfaat baut mengurangi demam). Suaminya dengan segeri menyembelih ayamnya untuk dimasak cakarnya.
       Beberapa hari kemudian sakitnya tidak kunjung reda. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya untuk mengambil hatinya.
       Masih istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia. Banyak sekali orang yang datang pada saat pemakaman. Sehingga sang petani harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat.
       Dari kejauhan... Sang tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat perangkap tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi.

*******

       So.... suatu hari.. ketika anda mendengar seseorang dalam kesulitan dan mengira itu bukan urusan anda... pikirkanlah sekali lagi..

Mulia Dengan Ilmu

       Nasehat KH. Mahrus Ali kepada putranya, KH. Abdullah kafa Bihi agar semangat dalam mempelajari ilmu. "Kamu ketika ada saya, bisa dihargai oleh orang lain. Namun jika saya sudah meninggal dunia, maka yang menghargai kamu adalah ilmu kamu sendiri."

Nabi dan Yahudi Buta

       Seorang Yahudi buta dan miskin setiap hari duduk di sebuah sudut kota Madinah. Setiap mendengar orang lewat di hadapannya, dia mencaci maki Nabi dengan suaranya yang keras : "Hai, awas kalian, jangan dekati Muhammad. Dia orang gila, penyihir dan pembohong besar. Bila kalian dekati dia, kalian pasti terpikat kata-katanya amat manis."
       Meski Nabi tahu dan mendengar senditi pengemis buta Yahudi itu membencinya setengah mati, tetapi beliau tiap pagi mendatanginya sambil membawa makanan untukya. Tanpa bicara apa-apa atau mengenalkan dirinya Nabi menyuapinya dengan amat sabar dan penuh kasih.
       Nabi kemudian wafat. Si Yahudi tertawa terbahak-bahak, bukan kepalang senangnya. Tetapi keesokan hainya dia merasa sepi dan kelaparan. Dia menunggu orang yang biasa datang memberinya makan sampai sore, tetapi tak juga kunjung datang.
       Beberapa hari berikutnya, Abu Bakar datang menemui anaknya Aisyah. Ia menanyakan apakah ada kebiasaan Nabi yang belum diikutinya. Istri Nabi itu menjawab : "Ayah sudah melakukan segalanya, kecuali satu hal." Lalu Aisyah menceritakan kebiasaan Nabi memberi makan Yahudi buta tadi.
       Mendengar penuturan anaknya itu Abu Bakar segera menemui dan membawa makanan untuknya. Si Yahudi merasakan pegangan tangannya, tetapi tangan itu bukan tangan orang yang dulu. Ia menepis tangan itu sambil mencari-cari dan meraba-raba tangan yang lembut dulu itu. Abu Bakar mengenalkan dirinya dan memberitahukan bahwa "Tangan lembut yang dulu tiap hari menyuapinya dengan penuh kasih itu adalah sahabatku : Muhammad, Rasulullah, dan dia sudah wafat beberapa hari lalu."
       Seketika itu pengemis Yahudi itu menjerit dengan suara yang amat memilukan hati. Air mata bercucuran membasahi pipinya. Dia amat menyesal dan mengutuki dirinya telah memaki, membenci dan menuduh hal-hal yang tak pernah dilakukan Muhammad. "Oh, Muhammad, engkau orang yang mulia, orang yang berhati mulia." Hati Abu Bakar mengharu-biru dan tersedu-sedan, mengenang kekasihnya yang telah pergi takkan kembali. Yahudi itu kemudian masuk islam.

Keindahan Dibalik Perbedaan


       Kiai Hasyim Asy'ari menulis sebuah artikel dalam majalah Suara Nahdlatul Ulama pada tahun 1926, beberapa bulan setelah NU didirikan. Dalam artikel ini beliau mengajukan argumentasi, karena kentongan tidak disebutkan dalam hadits nabi, maka tentunya diharamkan dan tidak dapat digunakan untuk menandakan waktu shalat.
       Sebulan setelah dipublikasikannya artikel Kiai Hasyim itu, seorang kiai senior lainnya, Kiai Faqih Maskumambang, menulis sebuah artikel untuk menentangnya. Beliau beralasan bahwa Kiai Hasyim salah, karena prinsip yang digunakan dalam masalah ini adalah masalah qiyas, atau kesimpulan yang didasarkan atas prinsip yang sudah ada. Atas dasar ini, maka kentongan Asia Tenggara memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bedug untuk menyatakan waktu shalat.
       Sebagai tanggapannya, Kiai Hasyim mengundang ulama jombang untuk bertemu dengan beliau di rumahnya dan kemudian meminta agar kedua artikel itu dibaca keras. Ketika hal itu dilakukan, beliau mengumumkan kepada mereka yang hadir, "Anda bebas mengikut pendapat yang mana saja, karena kedua-keduanya benar, tapi saya mendesakkan bahwa di pesantren saya kentongan tidak dipergunakan."
       Beberapa bulan kemudian, Kiai Hasyim diundang untuk menghadiri perayaan Maulid Nabi di Gresik. Tiga hari sebelum tiba, Kiai Faqih, yanh merupakan kiai senior di Gresik, membagikan surat kepada semua masjid dan mushalla untuk MEMINTA MEREKA MENURUNKAN KENTONGAN UNTUK MENGHORMATI KIAI HASYIM DAN TIDAK MENGGUNAKANNYA SELAMA KUNJUNGAN KIAI HASYIM DI GRESIK."

*******

      Kondisi yang sama namun pola pikir yang berbeda menimbulkan sikap yanh berbeda pula. Sungguh ajaib pola pikir itu, apa yang kau pikirkan haknya ada padamu.
       Ulama dul telah memberikantauladan bagaimana POLA PIKIR SAAT MENYIKAPI PERBEDAAN. Perbedaan bukan media pertengkaran dan permusuhan, tetapi sebagai pererat ukhuwah dan memupuk sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain.

Kamis, 23 April 2015

Misteri Waktu

       UMUR kita ini bukan sekedar jumlah deretan WAKTU, tetapi sejauh mana kita mampu MENGISI dan MEMBERI ARTI.
       Maka, makna PANJANG UMUR bukan diukur dari berapa LAMA kita hidup di dunia ini, tetapi sangat ditentukan seberapa banyak PRESTASI dan AMAL SHOLIH yang kita kerjakan.
       Kita semua jadi KAYA, belum tentu. Jadi PINTAR, belum pasti. Tapi kalau MATI, itu sudah PASTI.
       Orang bijak berkata, "Segala sesuatu yang PASTI, itu DEKAT. Jika belum tiba, hanya tinggal MENUNGGU giliran dan waktu."
       Mari sisa umur kita yang tinggal sebentar ini kita gunakan untuk meningkatkan prestasi dan amal sahlih kita.
       Jika anda punya niat melakukan amal baik di waktu SORE, tidak usah menunggu PAGI. Segeralah laknakan!
       Ibnu Athaillah As Sakandari berkata dalam Hikam-nya,
       "MENUNDA-NUNDA melakukan kebaikan karena menanti waktu dan kesempatan yang lebih baik, merupakan tanda KEBODOHAN jiwa."

# Ceramah KH. Agoes Ali Masyhuri

Nikmat Itu Juga Karena Usaha Orang Lain

       Sebuah kapal dihantam angin badai dan tenggelam. Hanya dua orang yang mampu menyelamatkan diri ke pulau kecil yang tidak ada penghuninya. Mereka mengalami masalah baru dimana tidak ada makanan dan minuman. Mereka sepakat membagi wilayah "kekuasaan" di pulau itu dan menunjukkan do'a siapa yang paling berkasiat. Orang pertama berdo'a memohon buah-buahan. Besoknya benar, ia menemukan banyak buah di hadapannya. Sedangkan temannya tidak ada sama sekali. Minggu kemudian, orang pertama itu merasa kesepian dan ia berdo'a memohon istri. Besoknya ada lagi kapal yang dihantam angin topan dan hanya seorang wanita yang mampu menyelamatkan diri dan berenang ke wilayahnya.
       Sedangkan orang kedua itu masih belum punya apa-apa. Kemudian orang pertama itu memohon rumah, pakaian dan makanan. Benar, besoknya, seperti sulap, semuanya diberikan kepadanya. Akhirnya ia memohon kapal supaya ia bersama istrinya bisa meninggalkan pulau itu. Besoknya ia melihat kapal yang dimintanya itu. Ia bersama istrinya berangkat dan meninggalkan temannya sendirian di pulau itu.
       Belum jauh kapa berlayar, saat tidur ia tiba-tiba ia mendengar suara, "Kenapa engkau meninggalkan temanmu itu sendirian di pulau itu?"
       Ia menjawab, "Semua nikmat yang aku terima, hanya aku yang berhak, karena aku yang berdo'a dan memohonnya. Sementara dia tidak pantas menerimanya. dan do'a-do'anya tidak pernh terkabul."
       Suara itu mengatakan, "Kau keliru. Hanya satu permohonannya, dan itu sudah dikabulkan, kalau tidak, kau tidak akan menerima semua nikmat itu."
       "Katakanlah kepadaku apa do'anya sehingga saya berutang budi kepadanya?" tanya orang pertama itu.
       Dengan lemah lembut suara itu mengatakan, "Dia berdo'a dan meminta supaya Allah mengabulkan semua do'a-do'amu dan itu sudah diberikan untukmu." Dia pun menangis dan kembali ke pulau itu menjemput temannya.

*****
       Saudara saudari, nikmat yang anda peroleh hari ini adalah do'a dari orang lain juga, tetaplah rendah hati dan tidak sombong.

Wasiat KH. Marzuqi Dahlan

       Sebelum wafat, KH. Marzuqi Dahlan menyampaikan tiga nasihat dan beliau wasiatkan kepada keluarga, pengurus, dewan guru, dan seluruh santri untuk tetap dijunjung tinggi dan diugemi.
       Tiga wasiat beliau adalah :

  1. Semua tata tertib dan peraturan pondok pesantren hendaknya ditegakkan dan dipatuhi dan jangan sekali-kali diubah.
  2. Semua santri harus tetap tekun belajar dan mempertinggi himmah karena demikian itu berarti sadar dan mau menghidupkan budaya belajar ala pondok pesantren.
  3. Beliau amat keberatan jika ada santri yang mengalami musibah atau cobaan hidup lantas mengubah keikhlasan niat menuntut ilmu, bimbang atau bahkan berbelok menjadi keduniawian.
# Dikutip dari buku Tiga Tokoh Lirboyo

Barokah Silaturrahim

       Rasulullah SAW melihat salah satu sahabatnya umurnya tinggal 15 hari lagi. Maka, oleh beliau sahabat tersebut diajak silaturrahim. Tetapi Rasulullah tidak memberi tahu kalau umurnya tinggal 15 hari. Setelah keliling bersilaturrahim keluar masuk rumah para sahabat, meminta maaf serta do'a, tepat 15 hari ternyata malaikat izrail tidak datang, justru malaikat jibril yang datang memberi tahu kepada Nabi Saw, "Sebab engkau ajak silaturrahim maka umur sahabat ini diperpanjang sampai 30 tahun."

#Diterjemah dari kitab Minan Kubra

Filosofi Garam

       Garam di dalam masakan itu bentuknya tidak terlihat, tetapi sangat mempengaruhi rasa masakan.
       Orang jawa pada masa Wali Songo meskipun sudah memeluk Islam paling malas cuci kaki. Karena masih kental dengan tradisi Hindu, agama yang mereka anut sebelumnya. Bahkan, masuk ke masjid pun tetap dengan kaki kotor. Sunan Kudus memikirkan cara agar mereka mau mencuci kakinya saat ingin memasuki masjid. Dibuatlah di jalan masuk ke masjid sebuah 'jeding kobok'. Yaitu tempat wudhu' yang didesain siapapun yang ingin wudhu', kakinya terpaksa harus dicelupkan ke dalam air setinggi mata kaki.
       Dengan berawal dari hal ini, tanpa sadar mereka akhirnya bisa membiasakan diri membersihkan kaki.

***

       Orang jawa punya tradisi menaruh sepiring nasi dan lauk yang ditaruh di pojok rumah apabila ada anggota keluarganya yang wafat. Entah dengan maksud apa hal itu dilakukan. Ada yang bilang sebagai sesaji atau sebagai kiriman untuk yang wafat.
       Suatu saat ada salah seorang yang menanyakan hukumnya pada seorang kiai.
       "Bagaimana hukumnya melakukan hal itu?"
       "Silakan. Tapi Mbok yo jangan hanya satu piring, Buatlah 40 piring."
       "Ya. Terus 40 piring itu ditaruh dimana saja?"
       "Undang tetangga. Beri tiap orang satu piring."
       "Yang pojok rumah bagaimana?"
       "Satu piring ditaruh di pojok tidak apa-apa."
       Mereka akhirnya memiliki tradisis tahlilan dan sedekah saat kerabatnya wafat. Menggantikan tradisi sesajen yang sebelumnya mengakar kuat.

# Di kutip dari pidato KH. Sa'id Aqil Siradj

***

       Orang Hindu paling sakit melihat sapi dibunuh. Untuk menarik simpati pada dakwahnya, Sunan Kudus melarang pembunuhan sapi. Masyarakat yang diajaknya lambat laun menerima dengan tulus dakwah beliau.

***

       Merubah tradisi dan kepercayaan yang telah mengakar kuat membutuhkan perjuangan dan proses lama. Namun para wali & ulama kita dengan filosofi garamnya mampu melakukan itu dalam waktu relatif singkat dan hasil yang luar biasa.
       Jika ingin sukses dalam dakwah, tirulah metode yang telah terbukti cocok dengan masyarakat indonesia. Dakwah dengan nada geram dan mengkafirkan, Insya Allah gak laku di sini.

Rabu, 22 April 2015

Mempeng Ngaji

"Sing penting ngaji. Senajan anake wonk ngarit nek gelem ngaji yo pinter. Anake wonk ngalim ra gelem ngaji yo ra pinter. Sing penting ngaji sing tenanan."

       (Yang penting mengaji. Biarpun putra seorang tukang sabit jika mau mengaji, dia akan pintar. Putra orang berilmu jika tidak mau mengaji, tidak akan pintar. Yang penting mengaji yang sungguh-sungguh) dawuh KH. Abdul Karim (pengasuh Pesantren Lirboyo 1856-1954)
       "Kita harus belajar yang sungguh-sungguh, jangan membanggakan keturunan." Pesan KH. Marzuki Dahlan (Penerus Pesantren Lirboyo 1906-1975)

Toko Istri

       Sebuah toko yang menjual istri baru, dibuka dimana pria dapat memilih wanita untuk dijadikan sebagai seorang istri. Di antara instruksi-instruksi yang ada di pintu masuk, terdapat instruksi yang menunjukkan bagaimana aturan main untuk masuk toko tersebut : "kamu hanya dapat mengunjungi toko ini SATU KALI".
       Toko tersebut terdiri dari 6 lantai dimana setiap lantai akan menunjukkan kelompok calon istri. Semakin tinggi lantainya, semakin tinggi pula nilai wanita tersebut. Kamu dapat memilih wanita di lantai tertentu atau memilih ke lantai selanjutnya, tapi dengan syarat tidak bisa turun lagi ke lantai sebelumnya kecuali untuk keluar dari toko.
       Lalu, seorang pria pun pergi ke "TOKO ISTRI" tersebut untuk mencari istri. Di setiap lantai terdapat tulisan seperti ini :
       Lantai 1 : "Wanita di lantai ini taat pada tuhan dan pandai memasak."
       Pria itu tersenyum, kemudian dia naik ke lantai selanjutnya.
       Lantai 2 : "Wanita di lantai ini taat pada tuhan, pandai memasak dan lemah lembut."
       Kembali pria itu naik ke lantai selanjutnya.
       Lantai 3 : "Wanita di lantai ini taat pada tuhan, pandai memasak, lemah lembut dan cantik."
       "Wow!", ujar sang pria, tetapi pikirannya masih penasaran dan terus naik, lalu sampailah pria itu di lantai 4 dan terdapat tulisan.
       "Wanita di lantai ini taat pada tuhan, pandai memasak, lemah lembut, cantik banget, dan sayang anak."
       "Ya ampun!" Dia berseru, "Aku hampir tak percaya!"
       Dan dia tetap melanjutkan ke lantai 5 : "Wanita di lantai ini taat pada tuhan, pandai memasak, lemah lembut, cantik banget, sayang anak, dan sexy."
       Dia tergoda untuk berhenti tapi kemudia dia melangkah ke lantai 6 dan terdapat tulisan : "Anda pengunjung yang ke 4.363.012.000. Tidak ada wanita di lantai ini. Lantai ini hanya semata-mata pembuktian untuk pria yang tidak pernah puas.
       Terima kasih telah berbelanja di "TOKO ISTRI". Mohon hato-hati ketika keluar dari sini."
       Pesan moral cerita ini bukan cuman untuk pria tapi juga wanita. Tetaplah selalu merasa puas akan pasangan yang sudah tuhan sediakan. Jangan terus mencari yang terbaik tapi jadikanlah yang ada dari yang tuhan sediakan menjadi yang baik, itulah pasangan yang terbaik bagi kamu seumur hidupmu hingga maut memisahkan

Berita Gembira Untuk Para Remaja

       Umumnya para pemuda itu tidak kuat menahan godaan nafsunya, sehingga berkali-kali melakukan maksiat. Kadang muncul penyesalan yang membuat dia bertaubat dan kembali kepada Allah. Namun di waktu yang lain, ia melakukan maksiat itu lagi, kemudian menyesal dan bertaubat. Itu terjaid berulang kali.
       Ketahuilah, penyesalan yang dirasakan dalam diri remaja itu adalah berita gembira kepadanya. Karena menandakan bahwa masih adanya iman yang kuat di dalam hatinya. Semua itu menjadi bukti dia sangat mencintai Allah. Selama dia mencintai Allah, ketahuilah bahwa Allah juga mencintainya.
       Jika Allah tidak mencintaimu, dia tidak akan masukkan ke dalam hatimu perasaan kepedihan. Sebuah perasaan bahwa aku telah melakukan kesalahan.
       Bentuk perasaan ini adalah tanda cahaya lilin keimanan itu ada. Tetapi cahaya lilin ini memerlukan penjagaan sebelum angin memadamkannya. Yang bisa memadamkan cahaya keimanan ini adalah terus menerus melakukan maksiat, menganggap ringan dan remeh maksiat serta perasaan putus asa tidak akan mendapatkan ampunan dari Allah.
       Yang harus kita lakukan sekarang adalah berusaha menjaga cahaya iman kita itu agar terus menyala dengan menghentikan kebiasaan maksiat dan bertekad tidak akan mengulangi lagi.

Melihat dengan Pandangan Kasih

       Sekelompok pemuda berjalan sempoyongan membawa alat musik dan minuman keras di depan Syaikh Ma'ruf Al Karkhi dan murid-muridnya. Salah seorang muridnya berkata, "Wahai tuankum berdo'alah kepada Allah agar mereka celaka."
      Kemudian Syaikh menjawab, "Baik, angkat dan tengadahkan tangan kalian ke langit. Kita berdo'a bersama." Para murid mengangkat tangan mereka, bersiap mengamini do'a gurunya.
       Syaikh memulai do'anya, " Ya allah, seperti Engkau membuat mereka di dunia, bahagiakanlah mereka di akherat". Para muridnya tersentak kaget. Yang mereka harapkan adalah do'a agar para pemuda itu celaka, karena telah berbuat maksiat di depan umum. Gurunya justru berdo'a dengan do'a yang tidak mereka pahami. Akhirnya sang syaikh menjelaskan, "Wahai anak-anakku, jika Allah membuat mereka bahagia di akherat berarti Allah menerima taubat mereka. Kita tadi itu mengharapkan lewat do'a agar mereka mau bertaubat."
       Seharusnya kita trenyuh dan melihat dengan pandangan kasih dengan mendoakan baik saat melihat saudara kita melakukan maksiat. Bukan justru mencelanya dan mengharapkan keburukan. Mari kita do'akan saudara-saudara kita yang belum mendapatkan petunjuk Allah.

Rahasia Keberanian Kiai Mahrus Ali


       Pada tahun 1977 di masa Orde Baru, orang islam membentuk sebuah partai untuk mengikuti pemilihan umum pada masa itu. Kemudian diadakanlah kampanye di kota kediri. Pembicara yang diundang salah satunya adalah (alm) KH. Imron Hamzah.
       Malam Harinya mobil sudah tidak bisa lewat, karena Kediri sudah dibanjiri lautan manusia. Parkir kendaraan pengunjung yang akan mengikuti kampanye sangat panjang. Dari arah selatan, parkir mobil sampai ke Ngadiluwih. Yang dari arah timur sampai Gurah. Yang dari utara sampai di Jampes.
       Melihat fenomena ini pihak pemerintah ORBA merasa khawatir, betapa populatitas partai ini semakin tinggi. Akhirnya pemerintah menetapkan pembicara harus diganti semua. Jika tidak, kampanye tidak bisa dilaksanakan. Orang-orang bingung. Akhirnya sowan kepada hadhratil mukarram KH. Mahrus Ali meminta solusi.
       Akhirnya pagi-pagi jam 06.00 WIB, Kiai Mahrus memanggil Kiai Aziz Manshur dan Kiai Jauhari diajak menemui pihak aparat terkait. Setelah sampai disana, dengan lantang dan berani Kiai Mahrus membentak aparat tersebut.
       "Mengapa dilarang?"
       "Rusuh." Jawab aparat tadi.
       "Rusuh mana dengan kamu?" bentak Kiai Mahrus
       Terjadi perdebatan panjang, sampai Kiai Mahrus menggebrak meja berkali-kali. Beliau meminta agar larangan izin penceramah dicabut.
       "Ini pemerintah dari atasan Pak Kiai. Kalau saya tidak jalankan, besok saya dipecat. apa yang saya makan?" jawab aparat tadi dengan ketakutan.
       "Ya sudah, sekarang tidak apa-apa. Tiga hari lagi harus sudah diberikan izin." tandas Kiai Mahrus.
       Beliau bertiga kemudian pulang. Kiai Aziz muda dan Kiai Ma'shum muda hany diam menyaksikan. Beliau berdua diajak Kiai Mahrus agar mengerti seperti inilah tugas kiai.
       Setelah pulang, Kiai Aziz bertanya kepada Kiai Mahrus, "Mbah Yai penjenengan kok berani sekali. Di hadapan orang berseragam hijau nggebrak-nggebrak, mereka hanya diam. Apa do'anya Mbah Yai?"
      "Hus, gak ada do'anya, rahasianya hanya
"ORANG YANG TAKUT (TAQWA) KEPADA ALLAH, SIAPAPUN AKAN TAKUT KEPADANYA." jawab Kiai Mahrus dengan mantap.